Sindikat Penjualan SIM Card Ilegal Terungkap di Bali, 12 Pemuda Ditangkap

Polda Bali ungkap sindikat penjualan sim card ilegal di Bali.
Polda Bali ungkap sindikat penjualan sim card ilegal di Bali.

DENPASAR, PANTAUBALI.COM – Direktorat Reserse Siber (Ditressiber) Polda Bali berhasil membongkar sindikat penjualan SIM card ilegal yang melibatkan 12 pemuda. Para pelaku memanfaatkan data pribadi orang lain yang bocor dari situs gelap untuk melakukan aktivitas ilegal ini.

Kabid Humas Polda Bali, Kombespol Jansen Avitus Panjaitan, bersama dengan AKBP Ranefli Dian Candra, Direktur Ditressiber, mengungkapkan bahwa pengungkapan sindikat ini berawal dari laporan masyarakat pada 9 Oktober 2024 mengenai aktivitas mencurigakan di sebuah rumah di Jalan Sakura Gang 1, Denpasar.

“Awalnya, masyarakat menduga lokasi tersebut sebagai markas judi online. Namun, setelah dilakukan penyelidikan, ternyata rumah itu digunakan untuk registrasi SIM card secara ilegal,” jelas Jansen di Mapolda Bali, Rabu (16/10).

Baca Juga:  Gunakan Helikopter dari Prabowo, De Gadjah: Saya Tidak Memaling, Saya Tidak Korupsi

Polisi menemukan barang bukti penting dalam penggerebekan, termasuk dua unit PC, delapan laptop, 24 modem pool, tujuh ponsel, dan ratusan ribu kartu perdana dari provider XL dan Axis. Menurut DBS, lokasi di Jalan Sakura hanya digunakan untuk registrasi, sedangkan penjualan dilakukan di Jalan Gatot Subroto I, Perumahan Taman Tegeh Sari Nomor 17 Denpasar.

Adapun para tersangka memiliki peran yang berbeda dalam operasi ini. Di antara mereka, DBS (21) dari Lamongan diketahui sebagai otak sindikat, sementara GVS (21) dari Karangasem berperan sebagai manajer. MAM (19) dari Denpasar berfungsi sebagai kepala sortir, dan FM (18) dari Denpasar bertanggung jawab atas produksi registrasi SIM card.

Baca Juga:  Sempat Viral Naik Truk, Belasan Anak Punk Diamankan di Simpang Cokroaminoto

Tersangka lainnya, termasuk YOB (23) dari Nagekeo, NTT, dan TP (22) serta ARP (18) dari Banyuwangi, juga terlibat dalam proses registrasi. RDSS (22) dari Malang berperan dalam penjualan SIM card kepada konsumen, sementara DP (31) dari Denpasar bertindak sebagai research developer. IWSW (21) dari Denpasar menjalankan fungsi customer service, dan DJS (21) dari Denpasar bertanggung jawab atas promosi.

Para pelaku diketahui membeli 300 ribu NIK dari darkweb dengan harga Rp 25 juta, yang memungkinkan mereka untuk mendaftar hingga 3.000 SIM card per hari. SIM card tersebut kemudian dijual dengan kode One Time Password (OTP) seharga Rp 5.000.

Baca Juga:  Debat Ketiga Pilgub Bali, Mulia-PAS Janji Atasi Ketimpangan UMP, Koster-Giri Fokus Tingkatkan Kualitas SDM

“Sindikat cukup besar dan meraup keuntungan bulanan antara Rp 200-300 juta,” tambahnya.

Hasil interogasi menunjukkan bahwa SIM card yang diregistrasi menggunakan identitas orang lain sering kali digunakan untuk penipuan online, sehingga jejaknya sulit dilacak ke pelaku asli. Polisi kini tengah mencari enam pelaku lainnya yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) dan diduga telah melarikan diri dari Bali.

“Tindakan para tersangka diancam dengan berbagai pasal, termasuk pelanggaran UU Perlindungan Data Pribadi dan UU ITE,”  tegas mantan Kapolresta Denpasar ini.

Polda Bali mengingatkan masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menyimpan dan menggunakan data pribadi, guna mencegah penyalahgunaan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. (sm)