PANTAUBALI.COM, BADUNG – Sebanyak 36 seniman dari Sekaa Baleganjur Dewa Ayu, Pura Ulun Suwi, Desa Adat Jimbaran, tampil pada lomba baleganjur, serangkaian Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-46, Jumat (21/6/2024).
Dengan mengangkat cerita berjudul ‘Wayah’, seka ini tampil dengan memukau . Dengan penata tabuh I Komang Tri Sandyasa Putra, Koreografer I Wayan Pradnya Pitala, dan Kadek Karunia Artha, Pembina I Kadek Arisoma Linggayona dan I Gede Indra Kusuma.
Penata Tabuh I Komang Tri Sandyasa Putra menerangkan, persiapan dilakukan selama enam bulan yakni mulai bulan Januari 2024. Hal itu menurutnya karena para seniman ini, masing-masing memiliki kesibukan kerja.
“kita hanya terkendala waktu latihan, karena kita semuanya pekerja di sektor pariwisata, Jadi kita harus mengatur waktu agar bisa kumpul semua, dan bahkan latihannya baru bisa dilakukan saat tengah malam,” ujarnya.
Dalam kesempatan sama, Kadis Kebudayaan Kabupaten Badung I Gde Eka Sudarwitha mengapresiasi penampilan mereka yang menampilkan gerakan tabuh baleganjur yang berjudul Wayah, yang mencerminkan unsur atau eksperimentasi dari tabuh-tabuh baleganjur dan menuangkan ke dalam makna kehidupan.
“Kami berharap apa yang sudah ditampilkan dapat mewarnai pelaksanaan lomba Baleganjur PKB yang ke-46, serta duta dari Badung ini dapat mencapai hasil yaitu meraih juara pada PKB tahun 2024,” harapnya.
Dijelaskan lebih lanjut bahwa ‘Wayah’ merupakan kata yang tidak hanya sebagai bentuk pujian, tetapi juga sebagai penghargaan terhadap pencapaian dalam mencapai kematangan batin dan spiritual dalam ungkapan ‘sampun wayah’, yang mengandung makna mendalam tentang perjalanan dan pertumbuhan yang mengarah pada kedewasaan yang penuh makna, juga mencerminkan pengakuan terhadap Kebijaksanaan seseorang.
Konsep tersebut memformulasi karya musik baleganjur atas interpretasi terhadap kata ‘Wayah’, sehingga Komposisi dapat disusun dengan teliti, menggabungkan elemen-elemen seperti fondasi gilak dan pola irama yang teratur, menghasilkan karya yang terfokus dan terstruktur dengan baik.
Ritme yang tercipta dari perpaduan ceng-ceng dan kendang memperlihatkan tingkat kecerdasan yang tinggi, sementara melodi dan kolotomik yang terstruktur memberikan kesan keunggulan atas pendewasaan yang tak terbantahkan.
Tak hanya itu, lirik vokal yang dipadukan dengan visualisasi yang memukau meningkatkan dimensi ekspresi dalam pengalaman mendengarkan komposisi ini.
Karya secara keseluruhan menciptakan pengalaman yang melampaui sekadar ekspresi batin, memungkinkan penikmatnya untuk menyelami keindahan dan kedalaman dari komposisi tabuh baleganjur ini yang layak dianggap sebagai simbol kematangan spiritual, atau wayah. (jas)