Gelaran Perdana Sosialisasi Produk Hukum, Rudia Tegaskan Desa Adat Harus Netral

TABANAN – Pantaubali.com – Dalam upaya membangkitkan budaya perilaku sadar Hukum dalam Pemilu dan Pemilihan serentak Tahun 2024, Bawaslu Bali menggelar Sosialisasi Produk Hukum Pemilu dan Pemilihan dalam rangka Pemilu dan Pemilihan Tahun 2024. Kabupaten yang menjadi destinasi pertama dalam acara ini adalah Kabupaten Tabanan, dengan melibatkan Perbekel dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) se- Kabupaten Tabanan, bertempat di RM Nami Rasa Tabanan, Rabu (23/2).

Kegiatan tersebut langsung di hadiri sekaligus sebagai narasumber, Kordiv Hukum, Humas, Datin Bawaslu Bali, I Ketut Rudia. Dalam paparanya, mantan Ketua Bawaslu Bali ini menyampaikan bahwa Bawaslu Bali ingin mensosialisasikan Produk Hukum Kepemiluan dan menggali informasi dari masyarakat berupa masukan ataupun sharing pendapat atau pengalaman masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilu maupun Pemilihan. Selain itu, lanjutnya lagi, kegiatan tersebut juga sebagai bagian dari pendidikan politik kepada masyarakat.

“Kami di Bawaslu Bali ingin mensosialisasikan terkait dengan Produk Hukum Kepemiluan, serta menggali masukan dan sharing dari masyarakat, selain itu ini juga sebagai upaya pendidikan politik untuk masyarakat,” ujarnya lagi.

Baca Juga:  Komisi II DPRD Tabanan Tinjau Kerusakan di SDN 1 Pandak Gede Pasca Longsor

Dalam paparanya, Rudia mengupas sejumlah pasal baik larangan maupun sanksi terdapat dalam Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada. Soal netralitas ASN, TNI Polri dan Kepala Desa serta perangkatnya termasuk Badan Permusyawaratan Desa (BPD), juga di kupas tuntas. Bahkan Rudia menegaskan pihaknya akan serius dalam menegakkan aturan baik aturan Pemilu maupun Pilkada jika ada yang berani melakukan pelanggaran.

“Sejak awal kita sampaikan agar semua pihak termasuk pihak-pihak yang dilarang berpolitik praktis paham dan tentu nanti tidak akan melakukan pelanggaran,” tegas bapak tiga orang anak ini. Paparan Rudia tersebut ternyata mendapat respon beragam dari peserta. Bahkan salah satu peserta yang menjabat Kepala Desa di Tabanan mempertanyakan posisi desa adat dalam proses demokrasi.

Menurutnya, desa adat dalam Pemilu dan Pemilihan acapkali dikunjungi oleh pasangan calon pada saat pelaksanaan kampanye berlangsung.

“Bagaimana harusnya desa adat bersikap,” tanyanya.

Baca Juga:  Dua Aksi Pencurian Modus Pecah Kaca Mobil Terjadi Bypass Soekarno Tabanan

Menjawab hal tersebut, Rudia menegaskan bahwa, dalam ketentuan peraturan perundang-undangan Pemilu dan Pilkada desa adat maupun para prajuru tidak ada larangan untuk berpolitik praktis. Tetapi sebagai subyek hukum, para prajurunya bisa saja kena pasal-pasal larangan jika terbukti melanggar ketentuan dalam Pemilu maupun Pilkada.

“Dalam pasal-pasal larangan, ada prase berbunyi setiap orang. Jadi kalau prajuru melakukan pelanggaran bisa kena mereka. Misalnya mereka ini menekan warganya dalam kapasitasnya sebagai prajuru untuk mengarahkan pilihannya kepada salah satu calon. Itu kan bagian dari intimidasi atau melakukan penekanan kepada warga. Perbuatan itu bisa kita proses,” beber Rudia.

Rudia juga menambahkan, apalagi desa adat sekarang sudah menjadi bagian dari pemerintah dengan lahirnya Perda 4 tahun 2019 tentang Desa Adat. Dalam kegiatanya, mereka secara rutin menggunakan anggaran yang bersumber dari APBD.

“Tiga orang prajurunya dapat gajih. Oleh karena itu desa adat dituntut untuk tidak ikut serta dalam hal-hal yang berbau politik praktis.

Lebih lanjut, Rudia menjelaskan, tahun 2021 Bawaslu Bali telah bekerjasama dengan Majelis Desa Adat (MDA) Bali dalam bentuk MoU bernama Gerakan Masyarakat Adat Terkoordinasi Awasi Pemilu dan Jaga Pilkada (Gema Siwa Puja) .

Baca Juga:  Dorong Partisipasi Pemuda Tabanan Membangun Daerah, Mulyadi-Ardika Adakan Forum Diskusi ‘Tabanan Bebas Bicara’

“Melalui Gema Siwa Puja ini, kita justru semakin erat membangun kerjasama dalam rangka mengawal Pemilu dan Pilkada. Di Kabupaten/Kota, MoU ini ditindak lanjuti dalam bentuk Perjanjian Kersama (PKS) antara Bawaslu Kabupaten/Kota dengan MDA Kabupaten/Kota,” papar Rudia menegaskan. Imbuhnya lagi, implementasi dari Gema Siwa Puja tersebut berupa kegiatan-kegiatan sosialisasi pengawas akan berbasis desa adat.

“Inilah kesadaran politik yang ingin kita bangun bersama desa adat. Kita tidak mengekang setiap individu untuk menyalurkan hak politiknya. Tapi kita harus hindarkan desa adat dari polarisasi kepentingan politik,” tegas Rudia.

Selain Rudia, hadir juga Kepala Bagian Penanganan Pelanggaran, Penyelesaian Sengketa Proses, dan Hukum Bawaslu Bali, I Made Aji Swardhana, serta Koordinator Divisi Hukum, dan Penanganan Pelanggaran Bawaslu Tabanan, I Gede Putu Suarnata sebagai narasumber.(Rilis)