BADUNG – Pantaubali.com – Pemerintah Provinsi Bali mengadakan Lokakarya Komunikasi Risiko dalam Menghadapi Krisis Kesehatan di Provinsi Bali pada 19 dan 20 Januari 2022, yang berhasil menelurkan rencana kerja penanganan Covid-19 dan Rabies dengan menggunakan kekuatan komunikasi risiko, serta membentuk “Forum Komunikasi Risiko One Health” yang menjadi wujud kolaborasi lintas sektor dan lintas pihak, dalam menyikapi ancaman penyakit yang melibatkan manusia dan hewan (zoonosis). Kegiatan yang dimotori oleh Dinas Kesehatan Provinsi Bali ini didukung oleh Australia-Indonesia Health Security Partnership (AIHSP) – sebuah kemitraan antara Pemerintah Indonesia dan Australia Untuk Ketahanan Kesehatan.
Agenda Provinsi Bali untuk menekan angka kasus Covid-19 dan Rabies menjadi prioritas utama untuk mewujudkan Bali yang berketahanan kesehatan kuat, terutama karena Bali telah membuka diri bagi kunjungan dari pihak luar pulau dan sudah mulai menjadi tuan rumah bagi kegiatan-kegiatan berskala internasional. Forum Komunikasi Risiko One Health yang dibentuk hari ini diharapkan dapat menjadi salah satu aktor aktif untuk memastikan percepatan pencegahan Covid-19 dan Rabies, serta krisis kesehatan lain.
“Merujuk kepada konsep Pentahelix dimana pemerintah, organisasi masyarakat, kelompok akademia, insan pers, dan pelaku usaha bersatu dan bergerak bersama, maka sesi yang diikuti oleh ragam pihak hari ini merupakan pengejawantahan dari apa yang kami gaungkan selama ini. Saya menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya atas kesadaran dan komitmen para peserta lokakarya untuk bekerjasama menghadapi tantangan Covid-19, Rabies dan penyakit zoonosis lainnya di Provinsi Bali,” jelas Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, I Made Rentin, Kamis,(20/1).
Rencana Kerja Komunikasi Risiko yang dihasilkan dari forum ini menekankan pada rancangan produksi informasi berkualitas berbasis pengetahuan yang disesuaikan dengan target khalayak, agar dapat membekali mereka dalam memahami berbagai risiko Covid-19 dan Rabies yang masih mengancam, dan membantu menentukan sikap yang tepat bagi keselamatan iri dan lingkungan sekitarnya.
Peserta Lokakarya juga telah memetakan potensi media massa, media sosial dan kerjasama dengan berbagai kelompok komunitas untuk menyalurkan pesan-pesan komunikasi risiko, untuk mencapai tujuan Bali yang taat promosi kesehatan, disiplin dalam melaksanakan tracking, testing dan treating, serta mengoptimalkan cakupan vaksinasi.
Koordinator Substansi Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Kesehatan, Direktorat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan, drg. Marlina Ginting M.Kes, yang menjadi salah satu pemateri kegiatan ini menegaskan, Komunikasi Risiko Menjadi Semakin Penting mengingat coronavirus terus bermutasi. Misalnya, saat ini kita berhadapan dengan varian Omicron, sementara kelompok lansia, penyandang disabilitas, dan kelompok rentan lain, terutama yang belum berkesempatan mendapatkan vaksin memerlukan perhatian lebih tinggi agar selamat melewati pandemi ini.
Pada Kesempatan Ini, dua agen pembaharu yaitu Ni Ketut Sri Umayanti, Kader Kebersihan “Laskar Pertiwi” Desa Pejeng, Kabupaten Gianyar dan inisiator pembuatan Perarem Pengendalian Rabies, I Gede Suarta, dari Desa Bengkala, Kabupaten Buleleng, berbagi praktik baik tentang pelibatan warga dalam menangani permasalahan kesehatan Rabies secara mandiri. I Gede Suarta juga memberdayakan penyandang disabilitas tuli dan netra di desanya untuk bersama-sama melaporkan kasus Rabies.
Ir. I Gede Arya Sena, M.Kes yang diaklamasikan sebagai Ketua Forum, membacakan komitmen tertulisnya di akhir acara menyampaikan, selain terbuka bagi berbagai inovasi dalam Rencana Kerja Komunikasi Risiko yang diinisiasi hari ini, serta kolaborasi erat antar pihak.
“Kita semua menyadari pentingnya untuk memiliki sistem monitoring yang handal agar Provinsi Bali dapat belajar dari hasil evaluasi dan terus menyempurnakan langkah prevensi maupun penanganannya,” pungkasnya. (Rilis)