TABANAN – Pantaubali.com -Sidak Pokja Aset Pansus VI, DPRD Tabanan diantaranya Gusti Nyoman Omardani, Gusti Komang Wastana, Wayan Eddy Nugraha Giri, Gusti Ngurah Mayun dan Putu Yuni Widyadnyani, sidak kali ini tertuju ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Senin ( 2 Maret 2020).
Hasilnya, Pokja Aset Pansus VI kecewa lantaran Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, I Gusti Arya Wardana yang seharusnya bisa memberikan penjelasan konkrit terkait data aset yang diperlukan justru tidak ada ditempat. Padalah sebelumnya sudah bersurat terkait rencana kunjungannya saat ini.
Rombongan Pokja Aset Pansus VI yakni hanya diterima oleh Sekdis Disperindag I Ketut Suarsana bersama sejumlah pegawai terkait. Kekecewaan anggota Pokja pun bertambah, ketika data aset yang diminta baik Sekdis maupun pegawai yang membidangi tidak bisa memberikan data lengkap dan akurat, justru terkesan kebingungan.
“Masalah print out itu gampang, disini kami minta penjelasan terkait data pasti dan riil, potensi yang digarap, berapa ada aset pasar dan kondisinya, sistem pengelolaannya seperti apa. Kontribusi atau sistem retribusinya, yang simple, karena kami disini hanya ingin mengoptimalkan potensi aset di masing-masing OPD,”papar Koordinator Pokja Aset Gusti Omardani disela sela kunjungan.
Turunnya Pokja mengecek kepemilikan aset yang dikelola OPD, lanjut kata Omardani menindaklanjuti hasil rapat kerja sebelumnya, dimana pansus menemukan ada aset yang milik OPD lain, namun dikelola oleh disperindag. Misalnya saja di terminal Kediri, ada aset milik Dinas Perhubungan namun kios atau dagang yang ada di lokasi tersebut retribusinya dikelola oleh Disperindag.
Selain itu dewan juga menuding selama ini Disperindag Tabanan terkesan masih ‘duduk manis’ tanpa melakukan inovasi untuk bisa mengoptimalkan pendapatan dari potensi aset yang masih ada. Misalnya saja, dari data yang disodorkan, selama ini Disperindag Tabanan hanya berfokus pada 12 pasar tradisional dan 1 pasar senggol yang berlokasi di jalan Gajah Mada untuk potensi pendapatan, padahal di sejumlah tempat ditemukan masih ada kemungkinan potensi pendapatan yang belum digarap.
“Senggol yang di pasar Bajera dan di Baturiti itu siapa yang mengelola, itu belum terdata padahal itu aset daerah, artinya dinas memang tidak berinovasi. Semestinya punya tanggung jawab, kenapa sampai dikelola oleh orang lain,” tegasnya.
Ironisnya lagi aset sebagai bagian yang sangat krusial justru dibebankan pada tenaga kontrak. “Bagaiamana mengoptimalkan yang pegang data tenaga kontrak, semestinya ASN karena ini masalah tanggung jawab organisasi maupun lembaga, tenaga kontrak sifatnya hanya membantu,” ucapnya.
Rasa kekecewaan juga disampaikan anggota Pokja lainnya Gusti Komang Wastana. Politisi asal Dauh Peken inipun menilai kinerja Disperindag amburadul. Ia pun menyayangkan kinerja Disperindag yang tidak memiliki inovasi atau greget untuk bersama sama berupaya menggali potensi yang dimiliki untuk peningkatan pendapatan daerah.
“Saya lihat disini (disperindag) masih duduk manis, bagaimana bisa meningkatkan PAD dan tidak pernah turun ke lapangan. Coba data kembali berapa pasar yang ada, jangan sampai toko yang seharusnya tempat dagang justru jadi tempat ternak walet. Misal di Gajah Mada sudah salah fungsi, dan lagi transit atau terminal dijadikan pasar, apa ada perjanjian, kemana pendapatan itu,”ucapnya.
Eddy Nugraha Giri juga menilai data yang disiapkan tidak valid. Dan menuding kinerja Disperindag asal-asalan, dan tidak terkesan tidak pernah dicek oleh pimpinan. “Pola kerja saja tidak bagus, bagaimana meningkatkan target pendapatan,” ucapnya.
Minimnya data yang dibutuhkan, Pokja Aset pun memberikan deadline seminggu kedepan, data aset yang dikelola oleh Disperindag sudah lengkap dan valid untuk selanjutnya dikaji potensi upaya peningkatan pendapatan.
Terkait keluhan anggota Pokja Aset, Sekretaris Disperindag I Ketut Suarsana mengakui memang data yang diminta oleh Pokja masih kurang. “terkait pasar senggol yang dikelola adat memang betul tidak kami lakukan, yang berkontribusi dengan kita hanya itu saja yang dicatat,” terangnya.
Dan terkait saran dari pansus, dimnaa pasar yang menggunakan aset pemda akan segera diupayakan secepatnya.
Sementara itu temuan lainnya dari hasil Pokja Aset turun ke terminal Kediri dan Pesiapan, didapatkan bahwa los atau kios dagang di lokasi tersebut ternyata tidak terdaftar dalam kepemilikan aset potensi pendapatan, yang ada hanya pungutan mobil yang rentan dimanipulasi. “Kios di terminal Pesiapan juga tidak ada perjanjian antara Pemda dengan masyarakat, ada satu yang sudah tetapi itu perjanjian sewa tanah tahun 82, bagaiman bisa kita pungut retribusi kalau tidak ada perjanjian,” beber Omardani.