Pantaubali.com – Tabanan – Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti melaksanakan persembahyangan bersama untuk mengucapkan rasa syukur telah terlaksananya Festival Tanah Lot dan Pementasan Sesolahan Ratu Segara ke Pura Luhur Tanah Lot. Sekaligus juga permohonan maaf sebagai pemuput karya, apabila di dalam penyelenggaraan ada hal hal yg negatife. Baik sengaja atau tidak aengaja dilakukan oleh penyelenggara ataupun dari para penari Rejang Sandat Ratu Segara, Kamis, (23/8).
Dimana kegitan tersebut diikuti oleh beberapa Kepala Sekolah, para Camat dan tim panitia penyelenggara Festival Tanah Lot yg dilakukan pada pukul 14.00 wita waktu setempat.
Disela-sela acara persembahyangan, Bupati yang akrab disapa Eka tersebut menyempatkan menyampaikan penjelasan kepada para wartawan untuk menjelaskan kronologis sebenarnya, tentang banyaknya pemberitaan negatife pasca pementasan Tari Kolosal Rejang Sandat Ratu Segara, yg sepertinya perlu untuk dijelaskan mengenai fakta kebenarannya.
Bahwa fenomena trance (kesurupan/kerauhan) ini adalah hal yg sering terjadi tidak saja di PuraLuhur Tanah lot saja. Tapi bisa terjadi dimana saja di kawasan suci dan tempat ibadah yg diyakini memiliki kekuatan niskala. Dan trance merupakan pula unsur manunggalnya kesidian Ida Sang Hyang Widhi Wasa, tidak bisa dilihat tapi bisa dirasakan getarannya.
Tarian Rejang Ratu Segara adalah Tarian yg bersifat sakral. Dimana dari awal ditekankan bahwa penari yg menarikan ini dilarang ikut menari apabila sedang kotor kain ataukah ada hal lainnya yang bersifat cuntaka dan non teknis.
“Tapi fakta dilapangan setelah menurunkan tim investigasi, ditemukan bahwa dari 1800 penari tidak ada yg absen. Semua formasi lengkap tidak tergantikan. Mesku dari panitia telah menyiapkan 100 penari cadangan apabila ada yg kotor kain dan lain sebagainya. Selanjutnya dari sekian siswa yg kerauhan ada yg memiliki sakit non medis bawaan seperti bebainan dan terkena cetik”, ungkap Bupati peraih Harmony Award ini.
Selain itu pula ada indikasi mereka setelah menari tidak mepamit pada saat itu, padahal sudah disampaikan oleh Bupati Eka sendiri boleh bubar setelah menari tapi terdahulu harus mepamit.
“Boleh bubar, tapi harus mepamit dulu”, ujar Bupati Eka.
Jadi banyak unsur yang menjadi sebab disini. Jadi tidak benar bahwa pihak penyelenggara tidak bertanggung jawab.
“Mohon lebih bijak menanggapi masalah ini, janganlah menyalahkan tanpa dasar yg benar. Karena seungguhnya Siswi-siswi ini sangat bersemangat berlatih selama 4 bulan. Dan Saya-pun memaafkan apabila mereka tetap bersikeras tampil dengan tidak mengindahkan syarat syarat yg sudah ditentukan dari awal”, pesan Srikandi asal Tegeh, Angseri tersebut kepada semua pihak.
Yg perlu diantisipasi sekarang dari pasca pementasan Rejang Sandat Ratu Segara ini, adalah mengupayakan agar efeknya tidak panjang dan membuat kondisi siswa segera pulih dan membaik, tambah Bupati Eka.
“Oleh karena itu, kami di Pemkab bersama Yayasan Siwa Murthi Bali dan Dinas Kesehatan Pemkab beserta bagian Kesra telah menyiapkan Posko Pengobatan dan pemulihan Sekala Niskala di Kantor camat kediri tepatnya di wantilan kantor kediri tertanggal 24 agustus 2018 dimulai pukul 9.00 wita. Bagi mereka siswi-siswi para penari masih merasa tidak nyaman dan berniat untuk diperiksa dapat berkoordinasi dengan Kepala Sekolah dan Camatnya masing-masing untuk dikoordinasikan”, pintanya.
Beliapun mengajak semua pihak membangun bersama-sama, karena dari niat suci akan melahirkan kekuatan yg suci dan mendamaikan semua umat sekala lan niskala.
Diharapkan juga untuk menjaga kondisi tetap kondusif, agar tidak ada profokasi dan memanfaatkan kejadian ini untuk kepentingan suatu kelompok atau pribadi.
“Semoga dalam 3 hari ke depan, agar berjalan lebih baik dan normal kembali”, tutup Beliau.